Disisi lain, survey ILO dan World Bank di tahun 20033 menunjukkan betapa perkembangan FTZ telah sedemikian pesat, ditandai dengan:
- FTZ terbentuk di 30 negara di tahun 1970an dengan 80 proyek, dan menjadi lebihdari 120 negara di tahun 2003 dengan sekitar 3.000 proyek. Jumlah negara pemilik dan proyek pada beberapa tahun lainnya adalah: 47 negara dan 176 proyek (1986), 73 negara dan 500 proyek (1995) dan 93 negara dan 845 proyek (1997);
- Negara-negara pemilik FTZ terbesar adalah di regional Amerika Utara (Amerika Serikat dan Mexico) dan di Asia (China, Filipina dan Indonesia);
- Di tahun 1970-an tidak dikenal adanya kawasan bebas privat sedangkan di tahun 2003 sudah ada sekitar 1.200 kawasan bebas privat.
- Nilai ekspor dari FTZ adalah USD 6 milliar di tahun 1970-an dan menjadi sekitar USD 600 milliar di tahun 2003;
- Penyerapan lapangan kerja langsung sekitar 1 juta orang di tahun 1970 dan menjadi sekitar 50 juta orang di tahun 2003 (60% nya ada di China). Selain itu, jumlah penyerapan tenaga kerja sektor ikutan adalah sekitar 1,5-2 kali dari penyerapantenaga kerja langsung.
Sedangkan pengembangan FTZ di Indonesia sendiri di pulau Batam dimulai dengan adanya Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1970 dimana Pulau Batam dimaksudkan sebagai basis logistik dan operasional untuk industri minyak dan gas bumi guna menunjang eksplorasi minyak dan gas bumi lepas pantai. Setahun kemudian, status Batam menjadi Entrepot Partikulir. Di tahun 1974-1982, dengan perluasan wilayah mencakup Pulau Janda Berhias, Ngenang, Tanjung Sauh, Moi-Moi, dan Pulau Kasem dan di bawah pengelolaan Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atau Batam Industrial Development Authority (BIDA), status Entrepot Partikulir diubah menjadi area pergudangan berikat (Bonded Warehouse), dimana pada tahun 1992, statusnya kembali berubah menjadi Kawasan Berikat (Bonded Zone) dan memiliki karakteristik yang hampir sama dengan FTZ. Baru kemudian pada tahun 2007, Pulau Batam menjadi Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dengan Peraturan Pemerintah Nomor 46 atas pertimbangan pentingnya pengembangan wilayah regional untuk mendorong lalu-lintas perdagangan internasional yang dapat memberikan manfaat bagi negara dalam bentuk: penyediaan lapangan kerja, pariwisata, dan menarik penanaman modal dari dalam dan luar negeri.
Di sini, Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (atau disebut juga Kawasan Bebas (KB) merupakan suatu kawasan dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga sepanjang menyangkut bea masuk, cukai, PPN diperlakukan sama dengan di Luar Daerah Pabean (dibebaskan pengenaannya